Selasa, 22 Maret 2016

kisah bermanfaat "AKU MUAK PERGI"

ada seorang bidan tentu banyak pengalaman yang berkaitan provesi saya salah satunya membantu pasien. Seperti biasa , menjelang maghrib tempatnya telah tutup dia bergegas pulang sebelum gelap menghadang. Tapi di tengah perjalanan saya dicegat seorang dia minta tolong untuk membantu keponakanya yang sedang hamil dia baru keluar dari tempat umum , bukan kotoran yang keluar melainkan darah dan cairan. Saya segera menuju ke rumahnya ia termasuk keluarga tidak mampu, suaminya bekerja sebagai serabutan Dua jam telah berlalu ia semakin kesakitan ia semakin mengejan lalu saya berdo'a agar Allah memudahkan. Tapi yang terjadi ia seperti kesurupan ia mengeram lalu bertanya kepada saya "siapa kamu, sedang apa disini pergilah aku muak pergi" matanya melotot merah. Saya meminta bantuan, Alhamdulillah ada ustadz yang mau membantu untuk mengeluarkan jin dari tubuhnya. Alhamdulillah jin dapat dikeluarkan dan dia melahirkan dengan lancar. penyebab terjadinya hal itu adalah ia jaran membersihkan diri.

Kamis, 03 Maret 2016

abad 21 tentang penyakit

tertentu. Dan, antibiotik berspektrum luas, yang dapat membunuh banyak kuman secara sekaligus, dapat membunuh mikroorganisme yang berguna dalam tubuh kita. Tetapi, mungkin problem terbesarnya ialah pemakaian antibiotik yang terlalu banyak atau terlalu sedikit.
Pemakaian yang terlalu sedikit terjadi ketika pasien tidak menuntaskan perawatan antibiotik sesuai resep, apakah karena ia sudah merasa membaik atau karena perawatan itu berlarut-larut. Akibatnya, antibiotik itu mungkin tidak membasmi semua bakteri yang menyerang, sehingga bakteri yang kebal dapat tetap hidup dan berlipat ganda. Hal ini sering terjadi dalam kasus perawatan tuberkulosis.
Para dokter maupun para petani juga melakukan kesalahan karena terlalu banyak menggunakan obat-obatan baru ini. ”Antibiotik sering kali diresepkan secara tidak perlu di Amerika Serikat, dan antibiotik digunakan secara lebih sembarangan lagi di banyak negeri lain,” jelas buku Man and Microbes. ”Antibiotik dalam jumlah besar dicekokkan ke ternak, bukan untuk menyembuhkan penyakit melainkan untuk membantu pertumbuhan; inilah alasan utama meningkatnya kekebalan mikroba.” Akibatnya, buku tadi memperingatkan, ”kita dapat kehabisan antibiotik baru”.
Tetapi, terlepas dari kerisauan mengenai kekebalan kuman terhadap antibiotik, 50 tahun menjelang abad ke-21 adalah masa kemenangan medis. Para peneliti medis tampaknya sanggup menemukan obat-obatan untuk memberantas hampir semua penyakit. Dan, vaksin bahkan menawarkan prospek berupa pencegahan penyakit.
Kemenangan bagi Ilmu Kedokteran
”Imunisasi adalah kisah sukses terbesar sepanjang sejarah dalam bidang kesehatan masyarakat,” kata The World Health Report 1999. Jutaan nyawa telah terselamatkan, berkat kampanye vaksinasi besar-besaran sedunia. Program imunisasi global telah melenyapkan cacar—penyakit mematikan yang merenggut lebih banyak jiwa daripada semua perang pada abad ke-20—dan kampanye serupa hampir sepenuhnya memberantas polio. (Lihat kotak ”Kemenangan atas Cacar dan Polio”.) Sekarang, banyak anak yang divaksinasi agar terlindung dari penyakit mematikan yang umum.
Berbagai penyakit lainnya telah dijinakkan oleh metode biasa. Penyakit yang ditularkan melalui air seperti kolera jarang menyebabkan masalah apabila ada sanitasi yang memadai dan persediaan air bersih. Di banyak negeri, meningkatnya kesempatan untuk memperoleh perawatan dokter dan rumah sakit membuat kebanyakan penyakit dapat dikenali dan diobati sebelum mengakibatkan kematian. Menu makanan dan kondisi kehidupan yang lebih baik, disertai pemberlakuan hukum menyangkut penanganan dan penyimpanan makanan yang patut, juga turut meningkatkan kesehatan masyarakat.
Segera setelah para ilmuwan menemukan penyebab penyakit menular, lembaga kesehatan dapat mengambil langkah praktis guna menghentikan penyebaran suatu epidemi. Perhatikan sebuah contoh. Wabah penyakit bubo di San Francisco pada tahun 1907 membunuh sedikit orang karena kota itu segera melancarkan kampanye untuk membasmi tikus yang kutu-kutunya menularkan penyakit itu. Sebaliknya, terhitung sejak tahun 1896, penyakit yang sama telah merenggut nyawa sepuluh juta orang di India dalam waktu 12 tahun karena terlambat mengidentifikasi penyebab utamanya.
Kegagalan dalam Memerangi Penyakit
Jelaslah, penyakit belum dapat dikalahkan. Tetapi, beberapa kemenangan di bidang kesehatan masyarakat hanya terjadi di negara-negara kaya di dunia. Penyakit yang dapat disembuhkan masih membunuh jutaan orang, hanya karena kurangnya dana. Di negara-negara berkembang banyak orang masih tidak memiliki sanitasi yang memadai, pemeliharaan kesehatan, dan air bersih. Upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar ini menjadi lebih sulit karena banyaknya orang yang berbondong-bondong pindah dari pedesaan ke kota metropolitan di negara-negara berkembang. Karena faktor-faktor ini, orang miskin di dunia mengalami apa yang disebut Organisasi Kesehatan Dunia sebagai ”pembagian beban penyakit yang tidak merata”.
Sifat mementingkan diri yang picik adalah penyebab utama ketidakseimbangan kesehatan ini. ”Beberapa pembunuh menular yang paling jahat di dunia tampak berada jauh di ujung dunia,” kata buku Man and Microbes. ”Beberapa di antaranya hanya terdapat di kawasan tropis atau subtropis yang miskin.” Karena negara-negara maju yang makmur serta perusahaan-perusahaan farmasi mungkin tidak menerima keuntungan secara langsung, mereka enggan menyisihkan dana untuk perawatan penyakit ini.
Perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab juga merupakan satu faktor penyebaran penyakit. Contoh utama kenyataan pahit ini digambarkan secara mencolok dalam kasus virus AIDS, yang menyebar dari satu orang ke orang lainnya melalui cairan tubuh. Dalam beberapa tahun, pandemi ini telah menyebar dengan cepat ke seantero bola bumi. (Lihat kotak ”AIDS—Bala pada Zaman Kita”.) ”Manusia sendiri yang bertanggung jawab atas penyebarannya,” tegas epidemiolog Joe McCormick. ”Dan ini bukan soal moralitas, ini cuma fakta.”
Bagaimana manusia tanpa sadar menyebarkan virus AIDS? Buku The Coming Plaguemendaftarkan faktor berikut ini: Perubahan sosial—khususnya praktek berganti-ganti pasangan seks—mengakibatkan mewabahnya penyakit lewat hubungan seks, sehingga sangat memudahkan bagi virus itu untuk menyerang seseorang dan bagi seorang pengidap untuk menulari banyak orang lainnya. Meluasnya penggunaan alat suntik bekas yang tercemar untuk narkoba atau untuk penyuntikan medis di negara-negara berkembang memiliki dampak yang serupa. Industri darah sedunia yang bernilai miliaran dolar juga menyebabkan virus AIDS berpindah dari seorang donor kepada ribuan penerima.
Sebagaimana disebut di awal, penggunaan antibiotik yang terlalu banyak atau terlalu sedikit turut menyebabkan munculnya mikroba-mikroba kebal. Masalah ini serius dan memburuk. Bakteri stafilokokus, yang sering menyebabkan infeksi pada luka, sebelumnya mudah dilenyapkan dengan jenis-jenis penisilin. Tetapi, sekarang antibiotik tradisional ini sering tidak mujarab. Jadi, para dokter harus menggunakan antibiotik yang lebih baru dan mahal yang jarang terjangkau oleh rumah sakit di negara berkembang. Bahkan antibiotik terbaru mungkin terbukti tidak dapat memberantas beberapa mikroba, sehingga infeksi yang ditularkan di rumah sakit menjadi semakin umum dan semakin mematikan. Dokter Richard Krause, mantan direktur Institut Alergi dan Penyakit Menular Nasional AS, dengan terus terang menggambarkan situasi saat ini sebagai ”epidemi kekebalan mikroba”.
”Apakah Keadaan Kita Sekarang Lebih Baik?”
Sudah menjadi jelas bahwa sekarang, pada awal abad ke-21 ini, ancaman penyakit belum hilang. Penyebaran AIDS yang tak kunjung reda, pemunculan bibit penyakit yang kebal obat, dan pemunculan kembali pembunuh kuno seperti tuberkulosis dan malaria memperlihatkan bahwa penyakit belum terkalahkan.
”Apakah keadaan kita sekarang lebih baik dibanding seabad yang lalu?” tanya pemenang Hadiah Nobel Joshua Lederberg. ”Dalam kebanyakan hal, situasi kita lebih buruk,” katanya. ”Kita telah meremehkan mikroba, dan kita sedang menuai akibatnya.” Dapatkah berbagai kemunduran sekarang ini ditanggulangi dengan upaya gigih oleh ilmu kedokteran dan semua bangsa di dunia? Apakah penyakit menular utama akhirnya bisa diberantas, seperti halnya cacar? Artikel kami yang terakhir akan menjawabnya.
[Kotak/Gambar di hlm. 8]
Kemenangan atas Cacar dan Polio
Pada akhir bulan Oktober 1977, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melacak kasus cacar terakhir yang menyebar secara alami. Ali Maow Maalin, juru masak rumah sakit yang tinggal di Somalia, terserang penyakit ini tetapi tidak parah dan ia sehat kembali dalam waktu beberapa minggu. Semua orang yang berinteraksi dengannya divaksinasi.
Selama dua tahun yang panjang, para dokter menunggu dengan cemas. Hadiah sebesar 1.000 dolar AS ditawarkan kepada siapa saja yang dapat melaporkan bukti ”kasus cacar aktif” lainnya. Tidak seorang pun yang berhasil memperoleh hadiah itu, dan pada tanggal 8 Mei 1980, WHO secara resmi mengumumkan bahwa ”Dunia dan semua penduduknya telah bebas dari cacar”. Persis sepuluh tahun sebelumnya, cacar telah membunuh sekitar dua juta orang setahun. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, sebuah penyakit menular utama telah dilenyapkan.*
Polio, atau poliomielitis, suatu penyakit anak-anak yang melumpuhkan, tampaknya dapat juga diberantas. Pada tahun 1955, Jonas Salk menghasilkan vaksin yang mujarab untuk polio, dan kampanye imunisasi melawan polio dimulai di Amerika Serikat dan negeri-negeri lain. Belakangan, vaksin lewat mulut dikembangkan. Pada tahun 1988, WHO melancarkan program sedunia untuk melenyapkan polio.
”Ketika kami memulai upaya pemberantasan itu pada tahun 1988, polio melumpuhkan lebih dari 1000 anak setiap hari,” lapor dr. Gro Harlem Brundtland, direktur jenderal WHO kala itu. ”Pada tahun 2001, kasusnya jauh di bawah angka 1000 sepanjang tahun itu.” Sekarang, polio hanya ada di kurang dari sepuluh negeri, meski dibutuhkan lebih banyak dana guna membantu negeri-negeri ini untuk melenyapkan penyakit itu secara tuntas.
[Catatan Kaki]
Cacar adalah contoh ideal penyakit yang diberantas melalui kampanye vaksinasi internasional karena, tidak seperti penyakit yang disebarkan oleh binatang menjengkelkan yang membawa penyakit, seperti tikus dan serangga, virus cacar bergantung pada manusia sebagai inang untuk kelangsungan hidupnya.
[Gambar]
Seorang anak Etiopia menerima vaksin polio lewat mulut
[Keterangan]
© WHO/P. Virot
[Kotak/Gambar di hlm. 10]
AIDS—Bala pada Zaman Kita
AIDS telah menjadi ancaman global yang baru. Kira-kira 20 tahun setelah diidentifikasi, lebih dari 60 juta orang telah tertular. Dan, lembaga-lembaga kesehatan memperingatkan bahwa pandemi AIDS masih dalam ”tahap awal”. Tingkat penularannya ”jauh melampaui tingkat yang sebelumnya dianggap mustahil”, dan dampaknya sungguh menghancurkan di wilayah yang sebagian besar penduduknya tertular AIDS.
”Di seluruh dunia, mayoritas besar orang yang menderita HIV/AIDS adalah mereka yang berada dalam usia produktif,” jelas sebuah laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Akibatnya, diperkirakan bahwa beberapa negeri di Afrika sebelah selatan akan kehilangan antara 10 dan 20 persen angkatan kerja mereka pada tahun 2005. Laporan itu juga mengatakan, ”Rata-rata harapan hidup di Afrika bagian selatan Sahara sekarang ini adalah 47 tahun. Tanpa AIDS, angka itu seharusnya adalah 62 tahun.”
Sejauh ini, upaya untuk menemukan vaksin belum membuahkan hasil, dan hanya 4 persen dari enam juta penderita AIDS di negara-negara berkembang yang menerima terapi obat. Sekarang ini, tidak ada obat untuk AIDS, dan para dokter yakin bahwa kebanyakan orang yang terinfeksi virus HIV akhirnya akan benar-benar mengidap penyakit itu.
[Gambar]
Sel-sel limfosit T yang terinfeksi virus HIV
[Keterangan]
Godo-Foto
[Gambar di hlm. 7]
Seorang pekerja di laboratorium meneliti sejenis virus yang sulit diberantas
[Keterangan]
CDC/Anthony Sanchez



KUMAN, atau mikroorganisme, sangat penting untuk kehidupan. Kuman membentuk sebagian besar tanah bumi dan tubuh kita. Sebagaimana yang dinyatakan di kotak ”Jenis Kuman” pada halaman 7, ”ada triliunan bakteri yang mendiami tubuh kita”. Sebagian besar kuman itu bermanfaat—bahkan vital—untuk kesehatan. Kendati hanya relatif sedikit kuman yang menyebabkan penyakit, kita dapat yakin bahwa, pada waktunya, tidak ada kuman yang akan membahayakan siapa pun.
Sebelum kita mengulas sarana yang akan melenyapkan semua pengaruh yang membahayakan dari kuman, mari kita perhatikan upaya-upaya terkini untuk memerangi kuman penyebab penyakit. Selain memeriksa kotak sisipan ”Apa yang Dapat Anda Lakukan”, perhatikan upaya para pakar kesehatan untuk memerangi kuman-kuman kebal.
Strategi Global
Dokter Gro Harlem Brundtland, mantan direktur jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menguraikan upaya yang sedang dibuat. Dalam Report on Infectious Diseases 2000 di bawah judul ”Menanggulangi Kekebalan terhadap Antimikroba”, ia menunjukkan perlunya mengembangkan ”suatu strategi global untuk mengendalikan kekebalan” kuman. Ia juga membahas tentang pembentukan ”aliansi yang melibatkan semua penyedia jasa kesehatan”, dan menandaskan, ”Kita punya kesempatan untuk melancarkan upaya besar-besaran melawan penyakit menular.”
Pada tahun 2001, WHO mengusulkan ”Strategi Global untuk Pengendalian Kekebalan terhadap Antimikroba”. Dokumen ini menyajikan suatu rencana yang ditujukan kepada para penyedia jasa kesehatan dan masyarakat luas sehubungan dengan ”apa yang hendak dilakukan dan bagaimana melakukannya”. Strategi itu mencakup mendidik masyarakat tentang bagaimana menghindari penyakit, termasuk menyediakan instruksi kepada mereka tentang cara menggunakan antibiotik dan antimikroba lainnya apabila mereka sampai terinfeksi.
Selain itu, para pekerja kesehatan—dokter dan perawat serta orang-orang lain yang bekerja di rumah sakit dan panti werda—didesak untuk mengambil tindakan pencegahan guna menghindari penyebaran infeksi. Sayangnya, penelitian telah mengungkapkan bahwa banyak pakar kesehatan masih lalai mencuci tangan mereka atau mengganti sarung tangan sewaktu berganti pasien.
Survei juga telah memperlihatkan bahwa para dokter meresepkan antibiotik yang seharusnya tidak diperlukan. Salah satu alasannya ialah orang-orang mendesak dokter mereka untuk memberikan antibiotik agar cepat sembuh. Maka, dokter menurut saja, sekadar untuk menyenangkan pasien. Sering kali, dokter tidak meluangkan waktu untuk mendidik pasien mereka atau tidak mempunyai sarana untuk mengidentifikasi kuman yang menginfeksi. Selain itu, mereka mungkin meresepkan antibiotik berspektrum luas yang lebih baru, tetapi lebih mahal. Dan, hal ini juga turut menyebabkan problem kebal obat.
Bidang lain yang disoroti dalam Strategi Global WHO adalah rumah sakit, sistem kesehatan nasional, produsen makanan, perusahaan farmasi, dan badan legislatif. Laporan itu menganjurkan kerja sama di antara mereka semua guna memerangi ancaman global berupa kuman-kuman kebal obat. Tetapi, apakah program demikian akan berhasil?
Kendala Terhadap Keberhasilan
Strategi Global WHO menyinggung kendala utama untuk memecahkan problem kesehatan. Kendalanya ialah motif keuntungan—uang. Alkitab mengatakan bahwa cinta akan uang bertanggung jawab terhadap ”segala macam perkara yang mencelakakan”. WHO mendesak, ”Interaksi dengan industri farmasi harus diperhatikan juga, termasuk kontrol yang sepatutnya terhadap akses wakil penjualan kepada pegawai klinik dan memonitor program pendidikan untuk para penyedia jasa kesehatan yang disponsori industri farmasi.”
Perusahaan obat telah secara agresif menyajikan produk mereka kepada para dokter. Sekarang, mereka melakukannya langsung kepada publik melalui iklan TV. Tampaknya, hal ini turut menyebabkan penggunaan obat secara berlebihan, yang selanjutnya menjadi faktor utama maraknya kuman yang kebal obat.
Dalam bab tentang penggunaan antimikroba pada hewan potong, Strategi Global WHO menyatakan, ”Para dokter hewan di beberapa negeri meraup sampai 40% atau lebih dari pendapatan mereka melalui penjualan obat, maka ada hambatan untuk membatasi penggunaan antimikroba.” Sebagaimana yang terdokumentasikan, kuman-kuman kebal telah muncul dan tumbuh subur karena penggunaan antibiotik yang berlebihan.
Sebenarnya, produksi antibiotik memperangahkan. Di Amerika Serikat saja, kira-kira 20 juta kilogram antibiotik diproduksi setiap tahun! Dari total produksi dunia, hanya sekitar setengahnya yang digunakan manusia. Sisanya disemprotkan pada tanaman atau dijadikan pakan hewan. Antibiotik biasanya dicampur dengan pakan untuk hewan potong guna mempercepat pertumbuhan mereka.
Peranan Pemerintah
Sungguh menarik, Ringkasan Eksekutif Strategi Global WHO menyatakan, ”Sebagian besar tanggung jawab untuk mengimplementasi strategi ini akan diemban oleh tiap-tiap negeri. Pemerintah memiliki peranan penting untuk dijalankan.”
Sesungguhnya, sejumlah pemerintah telah mengembangkan program-program untuk mengendalikan kekebalan terhadap antimikroba, dengan menandaskan kolaborasi di dalam dan di luar batas-batas nasional mereka. Program itu mencakup pemantauan yang lebih baik atas penggunaan antimikroba dan mikroba kebal, pengendalian infeksi yang lebih baik, penggunaan antimikroba secara tepat dalam obat-obatan dan pertanian, penelitian untuk memahami kekebalan, dan pengembangan obat-obatan baru. Report on Infectious Diseases 2000 dari WHO tidak bernada optimis. Mengapa?
Laporan itu menyebutkan ”kurangnya kemauan politis di pihak pemerintah yang prioritasnya mungkin bukan pada kesehatan masyarakat”. Laporan itu menambahkan, ”Penyakit—demikian pula kekebalan—juga tumbuh subur dalam kondisi pergolakan sipil, kemiskinan, migrasi massal, dan degradasi lingkungan tempat sejumlah besar orang terancam penyakit menular.” Sayang sekali, semua ini adalah problem yang tidak pernah sanggup dituntaskan oleh pemerintahan manusia.
Akan tetapi, Alkitab memberi tahu tentang sebuah pemerintahan yang tidak hanya akan menuntaskan problem penyebab penyakit tetapi juga melenyapkan penyakit secara keseluruhan. Anda mungkin berpikir bahwa beberapa kuman akan selalu membahayakan, tetapi ada alasan bagus untuk percaya bahwa keadaannya akan jauh lebih baik di masa depan.




SEBERAPA HEBATKAH ANCAMANNYA?

PADA bulan Oktober 1997, Hollie Mullin, bayi berusia tiga minggu, mengidap infeksi telinga. Ketika infeksinya memburuk dalam beberapa hari, dokternya meresepkan sebuah antibiotik modern. Seharusnya infeksi itu segera sembuh, tetapi ternyata tidak. Infeksi itu kambuh dan terus kambuh setelah setiap rangkaian pengobatan dengan antibiotik diberikan.
Pada tahun pertamanya, Hollie menerima 17 rangkaian pengobatan dengan berbagai antibiotik. Kemudian, pada usia 21 bulan, ia mengalami infeksi yang terburuk. Setelah 14 hari diinfus sebuah antibiotik yang terakhir, infeksi itu akhirnya sembuh juga.
Kasus seperti ini telah semakin umum dan tidak hanya terjadi di kalangan bayi dan lansia. Orang-orang dari semua lapisan usia jatuh sakit dan bahkan sekarat akibat infeksi yang dulunya mudah disembuhkan dengan antibiotik. Sebenarnya, kuman-kuman yang lolos dari serangan antibiotik telah menimbulkan problem serius di beberapa rumah sakit sejak tahun 1950-an. Kemudian, selama tahun 1960-an dan 1970-an, kuman-kuman yang kebal terhadap antibiotik menyebar ke masyarakat.
Akhirnya, para peneliti medis mulai menyoroti penggunaan antibiotik yang berlebihan pada manusia dan binatang sebagai penyebab utama meningkatnya kuman-kuman yang kebal terhadap antibiotik. Pada tahun 1978, salah seorang personel medis itu menggambarkan penggunaan antibiotik yang berlebihan sebagai ”di luar kendali sama sekali”. Maka, pada tahun 1990-an, kepala berita seperti berikut ini pun bermunculan di seluruh dunia: ”Kuman-Kuman Super Tiba”, ”Kuman-Kuman Super Mencengkeram Dunia”, ”Obat Berbahaya—Penggunaan Antibiotik yang Berlebihan Melahirkan Kuman-Kuman Super”.
Sekadar berita sensasional? Tidak, menurut berbagai organisasi medis yang disegani. Dalam suatu laporan tentang penyakit menular pada tahun 2000, direktur jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, ”Pada fajar milenium baru, umat manusia dihadapkan pada krisis lain. Penyakit yang dahulu dapat disembuhkan . . . kini semakin kebal terhadap antimikroba.”
Seberapa seriuskah krisis ini? ”Perkembangan [kuman kebal terhadap obat] yang mengganggu ini sedang menutup jendela kesempatan untuk mengobati penyakit menular,” kata WHO melaporkan. Sejumlah nara sumber dewasa ini bahkan membicarakan tentang kembalinya umat manusia ke suatu ”era pra-antibiotik”, manakala tidak ada antibiotik untuk menyembuhkan infeksi.
Bagaimana mikroorganisme yang kebal sampai sanggup, seolah-olah, menjajah dunia, mengalahkan kemajuan sains yang canggih? Adakah sesuatu yang dapat seseorang lakukan untuk melindungi dirinya atau orang-orang lain? Dan, apa saja solusi yang diharapkan di masa depan untuk memerangi kuman-kuman yang kebal terhadap antibiotik? Artikel-artikel berikut memberikan beberapa jawabannya.

Appeared in Awake! October 22, 2003
Ebola: CDC/C. Goldsmith; staphylococcus: CDC/Janice Carr; protozoan: Courtesy Dr. Arturo Gonzáles Robles, CINVESTAV, I.P.N. México; ringworm fungus: © Bristol Biomedical Image Archive, University of Bristol









KUMAN-KUMAN YANG TANGGUH
—CARA MEREKA MUNCUL KEMBALI

VIRUS, bakteri, protozoa, fungi, dan mikroorganisme lain tampaknya telah ada sejak kehidupan di bumi dimulai. Fleksibilitas yang memukau dari kuman-kuman ini, yang paling sederhana dari semua makhluk, telah memungkinkan mereka bertahan hidup dalam lingkungan yang tidak dapat didiami makhluk lain. Mereka ada di corong-corong hidrotermal dasar samudra yang mendidih serta di perairan Arktik yang membeku. Sekarang, kuman-kuman ini sedang melawan serangan yang paling intensif terhadap keberadaan mereka—obat antimikroba.
Seratus tahun yang lalu, beberapa mikroba, atau mikroorganisme, diketahui menyebabkan penyakit, tetapi tidak seorang pun pada saat itu yang pernah mendengar tentang obat antimikroba. Jadi, jika seseorang mengidap penyakit menular yang serius, banyak dokter tidak dapat berbuat banyak untuk mengobati selain memberikan dukungan moril. Sistem kekebalan orang itu sendiri yang harus melawan infeksi tersebut. Jika sistem kekebalan tidak cukup kuat, konsekuensinya sering kali tragis. Bahkan goresan kecil yang terinfeksi sebuah mikroba acap kali menyebabkan kematian.
Jadi, penemuan obat antimikroba pertama yang aman—antibiotik—merevolusi ilmu kedokteran.* Penggunaan medis obat sulfa pada tahun 1930-an dan obat-obat seperti penisilin dan streptomisin pada tahun 1940-an menuntun kepada banjir penemuan pada dekade-dekade sesudahnya. Pada tahun 1990-an, gudang persenjataan antibiotik telah mencakup sekitar 150 senyawa dalam 15 kategori yang berbeda.

Harapan untuk Menang DIhancurkan

Pada tahun 1950-an dan 1960-an, beberapa orang mulai merayakan kemenangan atas penyakit menular. Beberapa mikrobiolog bahkan yakin bahwa penyakit itu akan segera menjadi mimpi buruk di masa lalu. Pada tahun 1969, kepala dinas kesehatan AS menyatakan di hadapan Kongres bahwa umat manusia dapat segera ”menutup buku terhadap penyakit menular”. Pada tahun 1972, penerima Nobel Macfarlane Burnet bersama David White menulis, ”Kemungkinan besar, prakiraan mengenai masa depan penyakit menular hanyalah berupa kertas kosong saja.” Sebenarnya, beberapa orang merasa bahwa penyakit semacam itu dapat dilenyapkan semuanya.
Keyakinan bahwa penyakit menular seolah-olah telah dikalahkan menghasilkan sikap terlalu percaya diri yang meluas. Seorang perawat yang mengenal baik ancaman hebat yang dibawa kuman sebelum diperkenalkannya antibiotik mengomentari bahwa beberapa perawat muda telah bersikap longgar dalam higiene dasar. Sewaktu ia mengingatkan mereka untuk mencuci tangan, mereka akan menangkis, ”Jangan khawatir, sekarang kita kan punya antibiotik.”
Namun, kebergantungan pada antibiotik dan penggunaannya secara berlebihan memiliki konsekuensi yang sangat buruk. Namun ternyata Penyakit menular tak kunjung lenyap. Selain itu, mereka telah kembali mengaum dan menjadi penyebab kematian utama di dunia ini! Faktor-faktor lain yang juga turut menyebabkan penyebaran penyakit menular mencakup kekacauan karena perang, meluasnya malnutrisi di negara-negara berkembang, kurangnya air bersih, buruknya sanitasi, cepatnya perjalanan internasional, dan berubahnya iklim global.

Kekebalan Bakteri

Kemampuan yang mencengangkan dari kuman biasa untuk memulihkan diri telah terbukti sebagai problem utama, problem yang umumnya tidak diantisipasi. Namun, bila ditelaah kembali, fakta bahwa kuman-kuman akan mengembangkan kekebalan terhadap obat seharusnya telah diantisipasi. Mengapa? Contohnya, perhatikanlah hal serupa yang terjadi ketika diperkenalkannya insektisida DDT pada pertengahan tahun 1940-an.# Pada waktu itu, orang-orang peternakan senang karena lalat benar-benar lenyap berkat penyemprotan DDT. Tetapi, sejumlah kecil lalat tetap hidup, dan keturunan mereka mewarisi kekebalan terhadap DDT. Tidak lama kemudian, lalat-lalat ini, yang tidak terpengaruh oleh DDT, berlipat ganda dalam jumlah yang sangat besar.
Bahkan sebelum DDT digunakan, dan sebelum penisilin tersedia secara komersial pada tahun 1944, bakteri yang berbahaya memberikan gambaran pendahuluan tentang persenjataan pertahanan mereka yang mengagumkan. Doktor Alexander Fleming, penemu penisilin, menyadari hal ini. Di laboratoriumnya, ia mengamati seraya generasi-generasi penerus dari Staphylococcus aureus(stafilokokus rumah sakit) mengembangkan dinding-dinding sel yang semakin kebal terhadap obat yang telah ia temukan.
Ini menyebabkan Dr. Fleming memperingatkan, sekitar 60 tahun yang lalu, bahwa bakteri berbahaya yang menjangkiti seseorang dapat mengembangkan kekebalan terhadap penisilin. Jadi, jika dosis penisilin tidak membunuh cukup banyak bakteri yang berbahaya, keturunan mereka yang kebal akan berlipat ganda. Akibatnya, akan ada pemunculan kembali penyakit yang tidak dapat disembuhkan penisilin.
Buku The Antibiotic Paradox berkomentar, ”Prediksi Fleming terbukti benar dengan cara yang lebih menghancurkan daripada dugaannya.” Mengapa demikian? Nah, telah diketahui bahwa dalam beberapa jenis bakteri, gen-gen—cetak biru yang sangat halus dalam DNA bakteri—menghasilkan enzim-enzim yang membuat penisilin tidak efektif. Akibatnya, bahkan serangkaian penggunaan penisilin yang ektensif sering kali terbukti sia-sia. Ini sungguh mengejutkan!
Dalam upaya memenangkan pertempuran melawan penyakit menular, antibiotik-antibiotik baru secara teratur menjadi bagian dari praktek medis sejak tahun 1940-an sampai 1970-an, termasuk beberapa waktu selama tahun 1980-an dan 1990-an. Antibiotik ini dapat menangani bakteri yang kebal terhadap obat-obat sebelumnya. Tetapi, dalam beberapa tahun, muncul jenis-jenis bakteri yang juga kebal terhadap obat-obat baru ini.
Manusia telah tahu bahwa kekebalan bakteri sungguh lihai dan mencengangkan. Bakteri memiliki kesanggupan untuk mengubah dinding sel mereka guna mencegah masuknya antibiotik atau mengubah susunan kimia mereka sendiri sehingga antibiotik tidak dapat membunuh mereka. Di pihak lain, bakteri dapat memompa ke luar antibiotik secepat antibiotik itu masuk, atau bakteri itu sekadar melumpuhkan antibiotik dengan menguraikannya.
Sejalan penggunaan antibiotik meningkat, jenis-jenis bakteri yang kebal telah berlipat ganda dan menyebar. Malapetaka total? Tidak, setidaknya dalam kebanyakan kasus. Jika sebuah antibiotik tidak dapat menyembuhkan infeksi tertentu, yang lainnya biasanya dapat. Bakteri yang kebal terhadap antibiotik telah menjadi suatu gangguan, tetapi hingga baru-baru ini, hal itu masih bisa teratasi.

Apa Antimikroba Itu?

Antibiotik yang diberikan dokter kepada Anda termasuk kelas obat-obatan yang disebut antimikroba. Obat ini diklasifikasikan di bawah kategori umum ”kemoterapi”, yang berarti pengobatan penyakit dengan bahan kimia. Meskipun istilah ”kemoterapi” sering digunakan sehubungan dengan pengobatan kanker, istilah ini semula berlaku—dan masih berlaku—untuk pengobatan penyakit menular. Dalam kasus demikian, pengobatan itu disebut kemoterapi antimikroba.
Mikroba, atau mikroorganisme, adalah organisme sangat kecil yang hanya bisa dilihat melalui mikroskop. Antimikroba adalah bahan kimia yang melawan mikroba penyebab penyakit. Sayangnya, antimikroba juga dapat melawan mikroba yang bermanfaat.
Pada tahun 1941, Selman Waksman, rekan penemu streptomisin, menerapkan istilah ”antibiotik” pada antibakteri yang berasal dari mikroorganisme. Antibiotik dan juga antimikroba lain yang digunakan dalam pengobatan medis sangat bermanfaat karena obat itu mengandung apa yang disebut sebagai racun selektif. Ini berarti obat tersebut dapat meracuni kuman-kuman tanpa meracuni Anda secara serius.
Akan tetapi, sesungguhnya semua antibiotik sedikit banyak meracuni kita juga. Batas keamanan antara dosis yang akan mengimbas kuman dan dosis yang akan membahayakan kita disebut indeks terapeutik. Semakin besar indeksnya, semakin aman obatnya; semakin kecil indeksnya, semakin besar bahayanya. Sebenarnya, ribuan senyawa antibiotik telah ditemukan, tetapi sebagian besar tidak berguna dalam kedokteran karena terlalu beracun bagi manusia atau hewan.
Antibiotik alami pertama yang dapat digunakan secara internal adalah penisilin, yang berasal dari semacam jamur yang disebut Penicillium notatum. Penisilin digunakan dengan cara infus untuk pertama kali pada tahun 1941. Tidak lama setelah itu, pada tahun 1943, streptomisin diisolasikan dari Streptomyces griseus, semacam bakteri tanah. Belakangan, banyak antibiotik tambahan yang dikembangkan, baik yang berasal dari makhluk hidup maupun yang dibuat secara sintetis. Namun, bakteri telah mengembangkan cara-cara untuk melawan banyak antibiotik ini, menyebabkan suatu problem medis global.


Kekebalan terhadap Multiobat

Kemudian, para ilmuwan medis terperangah sewaktu tahu bahwa bakteri saling bertukar gen. Pada mulanya diduga bahwa hanya bakteri sejenis yang dapat bertukar gen. Tetapi, belakangan gen-gen kekebalan yang persis sama ditemukan dalam bakteri yang sama sekali berbeda jenisnya. Melalui pertukaran semacam itu, bakteri yang berlainan jenis telah menghimpun kekebalan terhadap berbagai macam obat yang umum digunakan.
Seolah-olah semua ini belum cukup, penelitian pada tahun 1990-an memperlihatkan bahwa beberapa bakteri dengan sendirinya dapat menjadi kebal terhadap obat. Bahkan dengan kehadiran satu antibiotik saja, beberapa jenis bakteri mengembangkan kekebalan terhadap beragam antibiotik, yang alami maupun yang sintetis.

Masa Depan Suram

Meski sebagian besar antibiotik dewasa ini masih manjur bagi mayoritas orang, seberapa efektifkah obat-obat semacam ini kelak di masa depan? The Antibiotic Paradox menyatakan, ”Kita tidak dapat lagi berharap bahwa setiap infeksi akan bisa diobati dengan antibiotik yang pertama dipilih.” Buku itu menambahkan, ”Di beberapa bagian dunia, persediaan antibiotik yang terbatas berarti tidak ada antibiotik yang efektif yang tersedia. . . . Para pasien menderita dan sekarat karena penyakit-penyakit yang sekitar 50 tahun yang lalu diramalkan akan dihapuskan dari permukaan bumi.”
Bakteri bukanlah satu-satunya kuman yang menjadi kebal terhadap obat yang digunakan dalam kedokteran. Virus serta fungi dan parasit yang sangat kecil lainnya juga telah memperlihatkan kemampuan beradaptasi yang mengherankan, menyajikan jenis-jenis yang mengancam untuk membatalkan segala upaya yang dikerahkan untuk menemukan dan menghasilkan obat-obat yang memerangi mereka.
Jadi, apa yang dapat dilakukan? Dapatkah kekebalan itu dilenyapkan atau setidak-tidaknya dikendalikan? Bagaimana antibiotik dan antimikroba lainnya dapat terus menang dalam suatu dunia yang semakin dilanda penyakit menular?
Berikutnya: Ketika Kuman Tidak Membahayakan Siapa Pun

Jenis Kuman


Virus Ebola
Bakteri "Staphylococcus aureus"
Protozoa "Giardia lamblia"
Fungi kadas
Virus adalah kuman terkecil. Mereka adalah penyebab penyakit umum seperti demam, flu, dan radang tenggorokan. Virus juga menyebabkan penyakit yang mengerikan seperti polio, Ebola, dan AIDS.
Bakteri adalah organisme bersel tunggal yang sedemikian sederhananya sehingga tidak mempunyai nukleus dan umumnya hanya memiliki satu kromosom. Ada triliunan bakteri yang mendiami tubuh kita, sebagian besar dalam sistem pencernaan kita. Bakteri membantu kita mencerna makanan kita dan merupakan sumber utama vitamin K, diperlukan untuk pembekuan darah.
Hanya kira-kira 300 dari sekitar 4.600 spesies bakteri terdaftar yang dianggap patogen (bibit penyakit). Namun, bakteri adalah biang keladi sederetan panjang penyakit pada tanaman, hewan, dan manusia. Pada manusia, penyakit ini mencakup tuberkulosis, kolera, difteria, antraks, pembusukan gigi, pneumonia jenis tertentu, dan sejumlah penyakit lewat hubungan seks.
Protozoa, seperti bakteri, adalah organisme bersel tunggal, tetapi memiliki lebih dari satu nukleus. Ini mencakup amuba dan tripanosoma serta parasit yang menyebabkan malaria. Kira-kira sepertiga spesies hidup adalah parasit—ada sekitar 10.000 jenis yang berbeda—meski hanya sebagian kecil parasit ini yang menyebabkan penyakit pada manusia.
Fungi juga dapat menyebabkan penyakit. Organisme ini mempunyai nukleus dan membentuk serabut-serabut kusut berupa filamen. Infeksi yang paling umum ialah kadas, seperti kutu air, dan kandidiasis (Candida). Infeksi fungi yang serius biasanya hanya menjangkiti orang-orang yang pertahanannya telah diperlemah oleh malnutrisi, kanker, narkoba, atau infeksi akibat virus yang menghambat sistem kekebalan.


* "Antibiotik," sebuah kata yang umum, adalah obat yang memerangi bakteri. ”Antimikroba” adalah istilah yang lebih umum dan mencakup obat apa pun yang melawan mikroba penyebab penyakit, entah itu virus, bakteri, fungi, entah parasit yang sangat kecil.
# Insektisida adalah racun, tetapi obat pun demikian. Kedua-duanya terbukti berguna dan sekaligus berbahaya. Meskipun obat antibiotik dapat membunuh kuman yang berbahaya, obat itu juga membunuh bakteri yang bermanfaat.